FUNGSI DAN KEDUDUKAN PANCASILA
Disusun Oleh :
Fuad Hasim Nim : 1401028
|
STKIP MAJENANG
TAHUN 2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat, Inayah,
Taufik dan Hinayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Harapan saya semoga makalah ini
membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya
dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih
baik.
Makalah ini saya akui masih banyak
kekurangan karena pengalaman yang saya miliki sangat kurang. Oleh kerena itu
saya harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
................................................................................. 1
A. Latar
Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan
Masalah ......................................................................................... 2
C. Tujuan
Penulisan ........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................. 3
A. Pengertian
Pancasila ...................................................................................... 3
B. Kedudukan dan
Fungsi Pancasila bagi Negara Republik Indonesia ................. 3
1.
Pancasila
sebagai Jatidiri Bangsa Indonesia ......................................................... 3
2. Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia .................................... 4
3. Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara ............................................................ 12
4. Pancasila sebagai Asas Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Indonesia ..................... 13
BAB III PENUTUP
.......................................................................................... 14
A. Kesimpulan .................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 15
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Pancasila
merupakan warisan bangsa dari para pendahulu kita yang wajib kita jaga
dan kita terapkan
pada kehidupan bangsa
saat ini. Pancasila
yang digali dan dirumuskan
para pendiri bangsa
adalah sebuah rasionalitas
kita sebagai bangsa yang majemuk, multi agama, multi bahasa, multi
budaya, dan multi ras yang tergambar dalam semboyan Bhineka Tunggal Ika agar
menjadi bangsa yang bersatu, adil dan makmur.
Kedudukan dan fungsi
pancasila sangat penting
karena segala tingkah laku
dan tindakan warga
negara Indonesia di
atur oleh Pancasila
sebagai pemersatu bangsa. Sebagai
warga Indonesia kita
harus paham makna-makna Pancasila, fungsi-fungsi
Pancasila dan tindakan
yang mencerminkan nilai Pancasila. Oleh karena itu, setiap
warga negara sangat berperan penting dalam pengamalan Pancasila.
Dengan kita memperjuangkan norma-norma
yang terkandung, bangsa Indonesia
pasti akan menjadi
bangsa yang bersatu, berdaulat, adil
dan makmur sesuai
dengan semboyan Bhineka
Tunggal Ika walaupun Indonesia
terdiri dari berbagai
macam agama, suku,adat
dan budaya.
Dengan kita menganut
dari makna yang
terkandung dalam Pancasila kehidupan bangsa
Indonesia akan menjadi
bangsa yang bermoral
tinggi, berkeadilan dan persatuan
bangsa akan terjaga.
Di dalamnya terdapat
isi dan arti yaitu
unsur-unsur pembentuk Pancasila
berisi tentang pentunjuk berperilaku sehari-hari dan juga
mengatur dari hukum yang berlaku di negara Indonesia.
Sebagai warga negara
yang baik, hendaknya
kita lebih mengenal
dasar negara kita yaitu Pancasila secara lebih dalam dan menyeluruh,
agar kita dapat lebih menghargai dan menjunjung tinggi dasar negara kita
tersebut.
B. RUMUSAN
MASALAH
Dari latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Apakah
yang dimaksud dengan Pancasila?
2.
Apa saja
kedudukan dan fungsi
Pancasila bagi Negara
Republik Indonesia?
C. TUJUAN
PENULISAN
Secara umum, tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Untuk
mengetahui arti dan makna Pancasila.
2.
Untuk
mengetahui kedudukan dan fungsi Pancasila bagi Negara Republik Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Pancasila
Secara etimologis,
Pancasila berasal dari
bahasa sansekerta yang
terdiri dari kata Panca dan Syila, Panca artinya lima dan syila
artinya alas atau dasar. Jadi Pancasila
artinya lima dasar (aturan) yang harus ditaati dan dilaksanakan.
Secara terminologis, istilah
Pancasila dipergunakan oleh Ir.Soekarno yang
dicetuskan dalam pidatonya
didepan sidang BPUPKI (Dokuritsu Ziumbi Tyoosakai) pada
tanggal 1 Juni 1945.
Pancasila adalah dasar
Negara Indonesia yang
merupakan identitas Negara Indonesia
dan tidak dimiliki oleh negara lain.
B. Kedudukan
dan Fungsi Pancasila bagi Negara Republik Indonesia
Terdapat berbagai macam pengertian kedudukan dan fungsi Pancasila yang
masing-masing harus dipahami sesuai dengan konteksnya.
Adapun
beberapa kedudukan dan fungsi Pancasila sebagai berikut:
1.
Pancasila sebagai Jatidiri Bangsa Indonesia
Jatidiri adalah suatu kualitas yang menentukan suatu
individu atau entitas, sedemikian rupa sehingga diakui sebagai suatu pribadi
yang membedakan dengan individu atau entitas yang lain.
Pancasila sebagai pembentuk karakter bangsa yang bersifat
integralistik bukan berasal dari luar tetapi dari budaya bangsa indonesia
sendiri yang kemudian terkristalisasi sebagai Ideologi Pancasila yang merupakan
jatidiri bangsa yang membedakan dengan bangsa lain.
Dengan memiliki Pancasila sebagai jatidiri bangsa dan
menerapkan secara konsisten, bangsa indonesia tidak akan mudah terombang-ambing
oleh gejolak yang menerpanya. Ia memiliki harga diri, dan kepercayaan diri,
sehingga tidak mudah tergiur oleh rayuan yang menyesatkan. Dari uraian tersebut
jelas bahwa jatidiri sangat diperlukan bagi bangsa dalam mencapai sukses dalam
membawa dirinya.
Yang dimaksud jati diri bangsa adalah pandangan hidup
yang berkembang didalam masyarakat yang menjadi kesepakatan bersama, berisi
konsep, prinsip, dan nilai dasar yang diangkat menjadi dasar negara sebagai
landasan statis, ideologi nasional, dan sebagai landasan dinamis bagi bangsa
yang bersangkutan dalam menghadapi segala permasalahan menuju cita-citanya.
Pancasila menjadi jati diri bangsa Indonesia mengandung
arti bahwa Pancasila menjadi ciri khas bangsa Indonesia yang tidak ditemukan
pada bangsa lain. Oleh karena itu bangsa Indonesia berkewajiban
mempertahankan kemurnian Pancasila ditengah gencarnya arus globalisasi. Selain
itu, Pancasila tidak hanya dijadikan pedoman bangsa, namun harus diamalkan
dalam kehidupan sehari-hari, agar tetap tegak berdiri dalam wadah NKRI
2.
Pancasila sebagai Ideologi Bangsa dan Negara Indonesia
Pancasila merupakan ideologi bangsa dan negara Indonesia.
Pada pembahasan kali ini, kita akan berusaha mempelajari bagaimanakah peran
Pancasila sebagai ideologi bangsa serta negara yang dapat memunculkan suatu
interpretasi baru untuk tumbuh dan berkembang, membentuk peraturan intelektual
bagi kehidupan masyarakat Indonesia, dan masih banyak lagi peran Pancasila
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai awalan, banyak yang
menyebutkan bahwa ideologi Pancasila dapat membuka jalan bagi lahirnya
interpretasi baru dan hal ini benar adanya.
Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa mereka yang
melahirkan ideologi ini dulu secara jujur mengakui keterbatasan-keterbatasan
pemikiran mereka untuk mampu memberikan pengertian dan analisa final yang dapat
secara terus menerus. Mereka tampaknya mengakui bahwa visi mereka tak mampu
menjangkau perkembangan apa yang akan terjadi di kemudian hari. Dengan
memberikan peluang tersebut, berarti mereka memberikan kesempatan bagi generasi
baru untuk memperbaiki atau menyempurnakannya, karena ideologi dituntut harus
mempunyai fleksibilitas yaitu membuka dirinya untuk diinterpretasikan kembali
dari waktu ke waktu sesuai dengan proses perkembangan dan kemajuan masyarakat.
Apa Itu Ideologi?
Secara etimologis, istilah ideologi berasal dari kata
Yunani yaitu ‘idea’ yang berarti pemikiran, gagasan dan konsep keyakinan serta
‘logos’ yang berarti pengetahuan. Dengan demikian, konsep ideologi pada
dasarnya adalah ilmu pengetahuan tentang gagasan, konsep keyakinan atau
pemikiran. Ideologi dapat dibedakan menjadi dua jenis:
Pertama, ideologi doktriner. Ideologi ini bersifat ketat
dan mengandung ajaran-ajaran yang disusun secara jelas dan sistematis, serta
diindoktrinasikan pada komunitasnya dengan pengawasan ketat dalam rangka
pelaksanaan ideologi dan seringkali dimonopoli oleh rezim yang berkuasa. Dalam
hal ini, berarti pemimpin suatu negara memiliki kendali penuh dan kekuasaan
dalam pelaksanaan negara beserta ideologi yang dianut. Kedudukan pemimpin
negara seolah berada di atas kedudukan ideologi dan sistem pemerintahan akan
bersifat otoriter.
Kedua, ideologi pragmatis. Ideologi ini bersifat tidak
ketat dan mengandung ajaran-ajaran yang tidak disusun secara rinci, tidak
diindoktrinasikan, serta tidak memiliki pengawasan yang ketat dalam
pelaksanaannya (Emile Durkheim dalam George Simpson, New York, Free Press,
1964.54).
Dalam pengertian lain, Alfian mendefinisikan ideologi
sebagai akumulasi nilai-nilai yang dianggap baik dan benar tentang tujuan yang
ingin dicapai masyarakat, sekaligus menjadi pedoman dan cita-cita pengatur
perilaku masyarakat dalam berbagai kehidupan. Karenanya, ideologi berfungsi
menjadi tujuan dan cita-cita bersama masyarakat, serta menjadi pedoman dan alat
ukur perilaku dalam hubungannya dengan kebijakan negara serta sebagai pemersatu
masyarakat karena menjadi prosedur penyelesaian konflik yang muncul dalam
masyarakat tersebut. (Alfian, Idiologi, Idealisme dan Integrasi Nasional,
Prisma, 8-8-1976).
Implikasi Logis Pancasila Sebagai Ideologi
Sejak dirumuskannya Pancasila sebagai ideologi bangsa, secara eksplisit maupun implisit Pancasila mengandung konsekuensi logis bagi seluruh organ-organ dan masyarakat yang hidup tumbuh berkembang dalam Negara Indonesia merdeka untuk menyandarkan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat atas dasar Pancasila. Ideologi Pancasila juga memberikan sandaran bagi lalu lintas kehidupan umat manusia di Indonesia.
Sejak dirumuskannya Pancasila sebagai ideologi bangsa, secara eksplisit maupun implisit Pancasila mengandung konsekuensi logis bagi seluruh organ-organ dan masyarakat yang hidup tumbuh berkembang dalam Negara Indonesia merdeka untuk menyandarkan kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat atas dasar Pancasila. Ideologi Pancasila juga memberikan sandaran bagi lalu lintas kehidupan umat manusia di Indonesia.
Suatu ideologi yang dibuat harus berorientasi pada
kehidupan masyarakat, mengapa? Hal ini dikarenakan dalam setiap proses
pergaulan, apalagi dalam terminologi bangsa yang plural dan heterogen seperti
Indonesia haruslah dibutuhkan suatu ‘aturan main’ yang tentunya disepakati
bersama untuk memberikan arahan agar setiap konflik pluralitas dan
heterogenitas yang mungkin muncul akan dapat terminimalisir, serta bagaimana
nilai-nilai dalam ideologi tersebut mengkonstruk struktur sosial yang mempunyai
visi kebangsaan yang sama meski berawal dari keragaman (kepentingan). Namun
demikian, bukan berarti kehidupan masyarakat semata-mata merupakan manifestasi
ideologi. Sebab, selalu saja dialektika yang berkesinambungan antara ideologi
dengan kenyataan kehidupan masyarakatnya akan menentukan kualitas dari ideologi
tersebut.
Relasi Ideologi dengan Realitas Sosial
Setelah berbicara panjang lebar dan mengenali suatu
ideologi, lantas apakah korelasi logis antara sebuah ideologi (dalam hal ini
adalah Pancasila) dengan kenyataan kehidupan masyarakat? Sebuah ideologi
bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri dan lepas dari kenyataan hidup
masyarakat, namun ideologi adalah sebuah produk atau hasil dari kebudayaan
masyarakat. Dan karenanya, dalam artian tertentu merupakan manifestasi sosial
dari keinginan luhur masyarakat. Artinya, perumusan suatu ideologi Pancasila
seharusnya dimaknai dari adanya keinginan untuk mewujudkan suatu struktur dan
konstruk masyarakat yang diidealisasikan sesuai dengan keadaannya.
Pada hakikatnya sebuah ideologi tidak lain merupakan
sebuah refleksi manusia atas kemampuannya dalam mengadakan distansi terhadap
dunia kehidupannya. Maksud kalimat tersebut adalah bahwa antara ideologi dan
kenyataan hidup masyarakat terjadi sebuah hubungan dialektis yang menimbulkan
kelangsungan pengaruh hubungan timbal balik yang terwujud dalam sebuah
interaksi. Dengan demikian, ideologi mencerminkan cara berpikir dan bertata
kehidupan masyarakat serta membentuk masyarakat menuju cita-cita yang telah
diharapkan bersama sehingga ideologi seharusnya tidak hanya dianggap sebagai
pengetahuan teoritis saja, namun lebih merupakan sesuatu yang dihayati menjadi
sebuah keyakinan.
Adakah Kritik Terhadap Pancasila Sebagai Sebuah Ideologi?
Dalam perjalanannya, Pancasila memang kerap kali mendapatkan kritik dari masyarakat dengan melayangkan tuntutan-tuntutan yang bersifat memperdebatkan ‘keabsahan’ Pancasila sebagai sebuah ideologi Indonesia. Seperti munculnya gagasan diberlakukannya federalisme dalam sistem kenegaraan Indonesia, fenomena munculnya kembali partai-partai politik, organisasi massa dan organisasi kepemudaan yang memakai asas di luar Pancasila dalam menjalankan aktivitas administrasi dan organisasinya. Berbagai bentuk penyelewengan atas Pancasila tidak harus dimaknai sebagai sebuah alasan untuk menggantikan ideologi suatu negara. Penyelewengan adalah bukti ketidakseriusan pengelola negara dalam menjalankan Pancasila secara murni dan konsekuen. Itulah sebabnya, agar berbagai penyelewengan atas Pancasila dapat diminimalisir, maka sudah saatnya Pancasila didudukkan kembali menjadi ideologi terbuka yang harus terus menerus disempurnakan sehingga pada akhirnya selalu ‘up to date’ untuk menjawab persoalan yang timbul di negara Indonesia.
Dalam perjalanannya, Pancasila memang kerap kali mendapatkan kritik dari masyarakat dengan melayangkan tuntutan-tuntutan yang bersifat memperdebatkan ‘keabsahan’ Pancasila sebagai sebuah ideologi Indonesia. Seperti munculnya gagasan diberlakukannya federalisme dalam sistem kenegaraan Indonesia, fenomena munculnya kembali partai-partai politik, organisasi massa dan organisasi kepemudaan yang memakai asas di luar Pancasila dalam menjalankan aktivitas administrasi dan organisasinya. Berbagai bentuk penyelewengan atas Pancasila tidak harus dimaknai sebagai sebuah alasan untuk menggantikan ideologi suatu negara. Penyelewengan adalah bukti ketidakseriusan pengelola negara dalam menjalankan Pancasila secara murni dan konsekuen. Itulah sebabnya, agar berbagai penyelewengan atas Pancasila dapat diminimalisir, maka sudah saatnya Pancasila didudukkan kembali menjadi ideologi terbuka yang harus terus menerus disempurnakan sehingga pada akhirnya selalu ‘up to date’ untuk menjawab persoalan yang timbul di negara Indonesia.
Kekuatan Pancasila Sebagai Sebuah Ideologi
Kekuatan ideologi Pancasila dapat diukur dari tiga dimensi yang saling berkaitan, saling mengisi dan saling memperkuat. Ketiga dimensi tersebut adalah:
Kekuatan ideologi Pancasila dapat diukur dari tiga dimensi yang saling berkaitan, saling mengisi dan saling memperkuat. Ketiga dimensi tersebut adalah:
(1)
Dimensi
Realitas, dimana sebuah ideologi mengandung makna bahwa nilai-nilai dasar yang
terkandung di dalamnya bersumber dari nilai-nilai riil yang hidup dalam
masyarakatnya.
(2)
Dimensi
Idealitas, dimana suatu ideologi harus mengandung cita-cita yang ingin dicapai
dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Melalui
idealisme atau cita-cita yang terkandung dalam ideologi, suatu masyarakat akan
mampu mengetahui ke mana mereka ingin membangun kehidupan bersama.
(3)
Dimensi
Fleksibilitas, dimana sebuah ideologi harus memiliki keluwesan yang
memungkinkan dan bahkan merangsang pengembangan pemikiran baru yang relevan
tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat yang terkandung dalam nilai-nilai
dasarnya.
Berdasar pada
ketiga dimensi tersebut, Pancasila jelas memenuhi standar realitas, idealitas
dan fleksibilitas, karena dinamika internal yang terkandung dalam sifatnya
sebagai ideologi terbuka. Secara ideal-konseptual, Pancasila adalah ideologi
yang kuat, tangguh, kenyal dan bermutu tinggi. Dinamika internal yang
terkandung dalam suatu ideologi biasanya mempermantap, mempermapan dan
memperkuat relevansi ideologi tersebut dalam masyarakatnya.
Namun hal tersebut
tetap bergantung pada kehadiran beberapa faktor di dalamnya yaitu: kualitas
nilai dasar yang terkandung dalam ideologi tersebut; persepsi, sikap, dan
tingkah laku masyarakat terhadapnya; kemampuan masyarakat dalam mengembangkan
pemikiran-pemikiran baru yang relevan terhadap ideologinya; serta menyangkut
seberapa jauh nilai-nilai yang terkandung di dalam ideologi tersebut membudaya
dan diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan
berbagai dimensinya.
Perjalanan
Pancasila Sebagai Ideologi dari Masa ke Masa
Berawal dari sidang pleno BPUPKI pertama yang diadakan pada tanggal 28 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945. Ketika itu, dr. Radjiman Widyodiningrat dalam pidato pembukaannya selaku ketua BPUPKI mengajukan pertanyaan kepada seluruh anggota sidang mengenai dasar negara apa yang akan dibentuk untuk Indonesia. Pertanyaan ini menjadi persoalan paling dominan sepanjang 29 Mei-1 Juni 1945 dan memunculkan sejumlah pembicara yang mengajukan gagasan mereka mengenai dasar filosofis Indonesia.
Berawal dari sidang pleno BPUPKI pertama yang diadakan pada tanggal 28 Mei 1945 hingga 1 Juni 1945. Ketika itu, dr. Radjiman Widyodiningrat dalam pidato pembukaannya selaku ketua BPUPKI mengajukan pertanyaan kepada seluruh anggota sidang mengenai dasar negara apa yang akan dibentuk untuk Indonesia. Pertanyaan ini menjadi persoalan paling dominan sepanjang 29 Mei-1 Juni 1945 dan memunculkan sejumlah pembicara yang mengajukan gagasan mereka mengenai dasar filosofis Indonesia.
Pada tanggal 1 Juni
1945, secara eksplisit Ir. Soekarno mengemukakan gagasannya mengenai dasar
negara Indonesia dalam pidatonya yang berjudul “Lahirnya Pancasila”. Menurut
Drs. Mohammad Hatta, pidato tersebut bersifat kompromis dan dapat meneduhkan
pertentangan tajam antara pendapat yang mempertahankan Negara Islam dan mereka
yang menghendaki dasar negara sekuler. Perdebatan tersebut pada akhirnya
dimenangkan kelompok yang menginginkan Islam sebagai dasar negara, terbukti
dengan dikeluarkannya Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945.
Namun, dalam
perkembangan selanjutnya, ternyata beberapa rumusan Piagam Jakarta diganti dan
menimbulkan kekecewaan umat Islam terhadap pemerintahan Soekarno dan Mohammad
Hatta dan terus berkembang hingga masa pemerintahan Soeharto, sampai-sampai
Carol Gluck mengatakan bahwa Indonesia adalah negara yang terlalu banyak
meributkan masalah ideologi dibandingkan negara-negara lain. Melihat pada
perkembangan perumusan Pancasia sejak 1 Juni sampai 18 Agustus 1945, dapat
diketahui bahwa Pancasila mengalami perkembangan fungsi. Pada tanggal 1 dan 22
Juni, Pancasila yang dirumuskan Panitia Sembilan dan disepakati oleh Sidang
Pleno BPUPKI merupakan modus kompromi antara kelompok yang memperjuangkan dasar
negara nasionalisme dan kelompok yang memperjuangkan dasar negara Islam. Akan
tetapi, pada tanggal 18 Agustus 1945 Pancasila yang dirumuskan kembali oleh
PPKI berkembang menjadi kompromi antara kaum nasionalis, Islam dan
Kristen-Katolik dalam hidup bernegara.
Pada era Orde Lama,
dinamika perdebatan ideologi paling sering dibicarakan oleh kebanyakan orang.
Tampak ketika akhir tahun 1950-an, Pancasila sudah bukan lagi merupakan
kompromi atau titik temu bagi semua ideologi. Dikarenakan Pancasila telah
dimanfaatkan sebagai senjata ideologis untuk melegitimasi tuntutan Islam bagi
pengakuan negara atas Islam yang kemudian pada rentang tahun 1948-1962 terjadi
pemberontakan Darul Islam terhadap pemerintah pusat. Setelah pemberontakan
berhasil ditumpas, atas desakan AH Nasution, selaku Pangkostrad dan kepala staf
AD, pada 5 Juli 1959 Ir. Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden untuk kembali
pada UUD 1945 sebagai satu-satunya konstitusi legal Republik Indonesia dan
pemerintahannya dinamai dengan Demokrasi Terpimpin.
Pada masa Demokrasi
Terpimpin pun ternyata tidak semulus yang diharapkan. Periode labil ini justru
telah membubarkan partai Islam terbesar, Masyumi, karena dianggap ikut andil
dalam pemberontakan regional berideologi Islam. Bahkan, Soekarno membatasi
kekuasaan partai politik yang ada serta mengusulkan agar rakyat menolak
partai-partai politik karena mereka menentang konsep musyawarah dan mufakat yang
terkandung dalam Pancasila. Soekarno juga menganjurkan sebuah konsep yang
dikenal dengan NASAKOM yang berarti persatuan antara nasionalisme, agama dan
komunisme. Kepentingan politis dan ideologis yang saling bertentangan
menimbulkan struktur politik yang sangat labil sampai pada akhirnya melahirkan
peristiwa G 30S/PKI yang berakhir pada runtuhnya kekuasaan Orde Lama.
Selanjutnya pada
masa Orde Baru, Soeharto berusaha meyakinkan bahwa rezim baru adalah pewaris
sah dan konstitusional dari presiden pertama. Soeharto mengambil Pancasila
sebagai dasar negara dan ini merupakan cara yang paling tepat untuk
melegitimasi kekuasaannya. Berbagai bentuk perdebatan ternyata tidak semakin
membuat stabilitas negara berjalan dengan baik, tetapi justru struktur politik
labil yang semakin mengedepan dikarenakan Soeharto seringkali mengulang
pernyataan tegas bahwa perjuangan Orde Baru hanyalah untuk melaksanakan
Pancasila secara murni dan konsekuen, yang berarti bahwa tidak boleh ada yang
menafsirkan resmi tentang Pancasila kecuali dari pemerintah yang berkuasa.
Pada masa reformasi
(setelah rezim Soeharto runtuh), seolah menandai adanya jaman baru bagi
perkembangan perpolitikan nasional sebagai anti-tesis dari Orde Baru yang
dianggap menindas dengan konfrimitas ideologinya. Pada era ini timbul
keingingan untuk membentuk masyarakat sipil yang demokratis dan berkeadilan
sosial tanpa kooptasi penuh dari negara. Lepas kendalinya masyarakat seolah
menjadi fenomena awal dari tragedi besar dan konflik berkepanjangan. Tampaknya
era ini mengulang problem perdebatan ideologi yang terjadi pada masa Orde Lama,
Orde Baru, yang berakhir dengan instabilitas politik dan perekonomian secara
mendasar. Berbagai bentuk interpretasi monolitik selama ini cenderung
mengaburkan dan menguburkan makna substansial Pancasila dan berakibat pada
Pancasila yang menjadi sebuah mitos, selalu dipahami secara politis-ideologis
untuk kepentingan kekuasaan serta nilai-nilai dasar Pancasila menjadi nilai
yang distopia, bukan sekedar utopia.
Seperti Apakah Reaktualisasi
Ideologi Pancasila?
Pancasila jika akan dihidupkan secara serius, maka setidaknya dapat menjadi etos yang mendorong dari belakang atau menarik dari depan akan perlunya aktualisasi maksimal setiap elemen bangsa. Hal tersebut bisas saja terwujud karena Pancasila itu sendiri memuat lima prinsip dasar di dalamnya, yaitu: Kesatuan/Persatuan, kebebasan, persamaan, kepribadian dan prestasi. Kelima prinsip inilah yang merupakan dasar paling sesuai bagi pembangunan sebuah masyarakat, bangsa dan personal-personal di dalamnya.
Pancasila jika akan dihidupkan secara serius, maka setidaknya dapat menjadi etos yang mendorong dari belakang atau menarik dari depan akan perlunya aktualisasi maksimal setiap elemen bangsa. Hal tersebut bisas saja terwujud karena Pancasila itu sendiri memuat lima prinsip dasar di dalamnya, yaitu: Kesatuan/Persatuan, kebebasan, persamaan, kepribadian dan prestasi. Kelima prinsip inilah yang merupakan dasar paling sesuai bagi pembangunan sebuah masyarakat, bangsa dan personal-personal di dalamnya.
Menata sebuah
negara itu membutuhkan suatu konsensus bersama sebagai alat lalu lintas
kehidupan berbangsa dan bernegara. Tanpa konsensus tersebut, masyarakat akan
memberlakukan hidup bebas tanpa menghiraukan aturan main yang telah disepakati.
Ketika Pancasila telah disepakati bersama sebagai sebuah konsensus, maka
Pancasila berperan sebagai payung hukum dan tata nilai prinsipil dalam
penyelenggaraan kehidupan bernegara.
Dan sebagai
ideologi yang dikenal oleh masyarakat internasional, Pancasila juga mengalami
tantangan-tantangan dari pihak luar/asing. Hal ini akan menentukan apakah
Pancasila mampu bertahan sebagai ideologi atau berakhir seperti dalam perkiraan
David P. Apter dalam pemikirannya “The End of Idiology”. Pancasila merupakan
hasil galian dari nilai-nilai sejarah bangsa Indonesia sendiri dan berwujud
lima butir mutiara kehidupan berbangsa dan bernegara, yaitu religius monotheis,
humanis universal, nasionalis patriotis yang berkesatuan dalam keberagaman,
demokrasi dalam musyawarah mufakat dan yang berkeadilan sosial.
Dengan demikian
Pancasila bukanlah imitasi dari ideologi negara lain, tetapi mencerminkan nilai
amanat penderitaan rakyat dan kejayaan leluhur bangsa. Keampuhan Pancasila
sebagai ideologi tergantung pada kesadaran, pemahaman dan pengamalan para
pendukungnya. Pancasila selayaknya tetap bertahan sebagai ideologi terbuka yang
tidak bersifat doktriner ketat. Nilai dasarnya tetap dipertahankan, namun nilai
praktisnya harus bersifat fleksibel. Ketahanan ideologi Pancasila harus menjadi
bagian misi bangsa Indonesia dengan keterbukaannya tersebut.
Pada akhirnya,
semoga seluruh bangsa dan negara Indonesia serta Pancasila sebagai ideologinya
akan tetap bertahan dan tidak goyah meskipun dihantam badai globalisasi dan
modernisme. Sebagai generasi penerus, marilah kita menjaga Indonesia dan
Pancasila agar saling berdampingan dan tetap utuh hingga anak cucu kita
nantinya sebagai penerus kelangsungan negara ini.
3.
Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara
Pancasila dalam
kedudukannya ini sering disebut sebagai Dasar Filsafat atau Dasar Falsafah
Negara (Philosofische Grondslag) dari negara, ideologi negara atau
(Staatsidee). Dalam pengertian ini Pancasila merupakan suatu dasar nilai serta
norma untuk mengatur pemerintahan negara atau dengan kata lain Pancasila
merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara. Pancasila
merupakan sumber dari segala sumber hukum, Pancasila merupakan sumber kaidah
hukum negara yang secara konstitusional mengatur negara Republik Indonesia
beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat, wilayah serta pemerintahan negara.
Dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber dari segala sumber hukum yang antara lain sumber hukum formal, undang-undang, kebiasaan, traktaat, jurisprudensi, hakim, ilmu pengetahuan hukum.
Dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ditegaskan, bahwa Pancasila itu adalah sumber dari segala sumber hukum yang antara lain sumber hukum formal, undang-undang, kebiasaan, traktaat, jurisprudensi, hakim, ilmu pengetahuan hukum.
4.
Pancasila sebagai Asas Persatuan dan Kesatuan Bangsa
Indonesia
Bagi bangsa
Indonesia adanya kesatuan asas kerokhanian, kesatuan pandangan hidup, kesatuan
ideologi adalah sangat penting dan bersifat sentral, karena suatu bangsa yang
ingin berdiri kokoh dan mengetahui ke arah mana tujuan bangsa itu ingin dicapai
maka bangsa itu harus memiliki satu pandangan hidup, ideologi maupun satu asas
kerokhanian.
Bangsa
Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang dengan sendirinya
memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang berbeda-beda pula. Namun demikian
bahwa perbedaan itu harus disadari sebagai sesuatu yang memang senantiasa ada
pada setiap manusia (suku bangsa) sebagai makhluk pribadi, dan dalam masalah
ini bersifat biasa. Namun demikian dengan adanya kesatuan asas kerokhanian yang
kita miliki, maka perbedaan itu harus dibina ke arah suatu kerjasama dalam
memperoleh kebahagiaan bersama. Maka disinilah letak fungsi dan kedudukan asas
kerokhanian Pancasila sebagai asas persatuan, kesatuan dan asas kerjasama
bangsa Indonesia. Dalam masalah ini maka membina, membangkitkan, memperkuat dan
mengembangkan persatuan dalam suatu pertalian kebangsaan menjadi sangat penting
artinya, sehingga persatuan dan kesatuan tidak hanya bersifat statis namun
harus bersifat dinamis. Perbedaan-perbedaan itu tidaklah mempengaruhi persatuan
dan kesatuan bangsa Indonesia, karena memiliki daya penarik ke arah kerjasama
yang saling dapat diketemukan dalam suatu perpaduan dan sintesa yang memperkaya
masyarakat sebagai suatu bangsa.
Pancasila
sebagai dasar filsafat hidup bangsa sekaligus berfungsi sebagai pemersatu
bangsa Indonesia, yang dalam penghayatan Pancasila merupakan penghayatan
material, kemudian diwujudkan dalam pengamalan subjektif Pancasila.
BAB III
PENUTUP
SIMPULAN
Pancasila adalah dasar filsafat dan pandangan hidup negara Republik
Indonesia yang secara resmi disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 dan
tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Sila-sila Pancasila pada hakikatnya
merupakan suatu kesatuan.
Pancasila memiliki kedudukan yang sangat penting bagi bangsa Indonesia
dalam menata, mengatur, serta menyelesaikan masalah-masalah sosial, kebangsaan
dan kenegaraan termasuk juga masalah hukum. Sebagai dasar filsafat, maka
Pancasila merupakan sebagai pemersatu bangsa dan negara Indonesia.
Bangsa Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang dengan
sendirinya memiliki kebudayaan dan adat-istiadat yang berbeda-beda pula. Namun
demikian bahwa perbedaan itu harus disadari sebagai sesuatu yang memang
senantiasa ada pada setiap manusia (suku bangsa) sebagai makhluk pribadi, dan
dalam masalah ini bersifat biasa. Namun demikian dengan adanya kesatuan asas
kerokhanian yang kita miliki, maka perbedaan itu harus dibina ke arah suatu
kerjasama dalam memperoleh kebahagiaan bersama.
DAFTAR PUSTAKA
https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20121106212218AA6bcNq
http://muringkay.blogspot.com/2012/10/pancasila-sebagai-jati-diri-bangsa.html
http://klaussurinka.blogspot.com/2010/05/pancasila-sebagai-ideologi-bangsa-dan.html
http://dotcom-internet.blogspot.com/2012/02/alasannya-bangsa-indonesia-mengangkat.html
http://sucirahmawati13.blogspot.com/2014/09/makalah-sila-sila-pancasila.html
Makasih, bermanfaat banget!
BalasHapusmakasih
BalasHapusmakasih
BalasHapusthanks
BalasHapusThx, membantu untuk tugas kuliah saya :)
BalasHapusterimakasih, semoga barokah
BalasHapusjangan cuma copas woi
BalasHapusmohon ijin untuk menjadikan referensi untuk tugas saya
BalasHapussaya hanya bisa membalas dengan do'a semoga penulis dimudahkan segala urusannya